Hakikat
Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik (2)
1.
Pola-pola Perkembangan Afektif Manusia
Afektif (penguasaan nilai dan
sikap).semakin tumbuh dan berkembang fisik dan psikis anak, ia mulai mengenal
nilai-nilai mengenai hal-hal yang boleh dan dilarang untuk dilakukan. Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang
terdiri atas delapan tahap :
a. Trust vs
Mistnis/Kepercayaan dasar (0;0 -1;0).
Yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya
segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan
bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan
orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan
tempat ia menggantungkan
nasibnya sehingga dapat menumbuhkan
rasa kepercayaan pada anak tersebut.
b. Autonomy
vs Shame and Doubt/Otonomi (1;0 – 3;0)
Pada tahap ini Erikson melihat
munculnya otonomi. Dimensi otonomi ini timbulnya karena adanya kemampuan
motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga
memanjat, menutup-membuka menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan
melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan
banyak hal sendiri. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak
sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat
dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada anak itu rasa
malu-malu dan ragu-ragu. Anak yang dapat melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi
rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi
siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh
pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh peristiwa-peristiwa di masa selanjutnya.
c.
Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3;0 – 5;0)
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la
dapat mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisiatif anak akan lebih terdorong dan
terpupuk bila orang tua memberi respons
yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melakukan kegiatan-kegiatan motoris sendiri. Hal yang sama terjadi pada
kemampuan anak untuk
menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi.
d. Industry
vs litferioriry/Produkttvltns (6;0 – 11 ;00)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain
dan belajar menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan
benda-benda yang praktis. dan mengerjakannya sampai selesai sehingga
menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dengan diberi hadiah. Dengan demikian
rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan.
e.
Identity vs Role Confusion/Identitas (12;0 – 18;0)
Pada
saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la mempunyai
perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat
perubahan-perubahan tubuhnya.
Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengalami perkembangan.
la mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. la mulai mengerti tentang keluarga yang ideal, agama,
dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya
sendiri.
f. Intimacy
vs Isolation/Keakraban (19;0 – 25;0)
Yang
dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah
juga kemampuan untuk berbagi rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini
pun keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika
intimacy ini tidak terdapat di antara sesama teman atau suami istri, menurut
Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa
adanya orang lain untuk berbagi rasa dan saling memperhatikan.
g.
Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25;0 – 45;0)
Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang
lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta
hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi itu hidup.
Generativity ini bukan hanya
terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula pada individu-individu
yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha membuat
tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil
mencapai generativity berarti ia berada dalam keadaan
self absorption dengan hanya
memusatkan perhatian kepada
kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadinya saja.
h. Integrity
vs Despair/Integritas (45;0)
Pada
tahap ini usaha-tisaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan,
dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan cucu-cucu. Integrity
timbul dari kemampuan individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu
dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana
individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu
sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika
ia memulai lagi sudah terlambat.
2.
Pola-pola Perkembangan Kognitif Manusia
Perkembangan kognitif pada seorang individu berpusat pada
otak, dalam perspektif psikologi kognitif otak adalah sumber sekaligus
pengendali ranah-ranah kejiwaan seperti ranah afektif (rasa), dan ranah
psikomotor (karsa). Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat
berfikir. Selanjutnya, tanpa berfikir mustahil siswa tersebut dapat memahami
faedah materi-materi yang disajikan guru kepadanya. Akan tetapi fungsi afektif
dan psikomotor pun dibutuhkan oleh siswa, sebagai pendukung dari fungsi
kognitif.
Seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif
dan psikologi anak, Jean Pieget[3]
mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, antara lain:
(1) Tahap Sensory Motor
( berkisar antara usia sejak lahir sampai 2 tahun)
Gambarannya, bayi bergerak dari pergerakan refleks instinktif pada saat
lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
(2) Tahap
Pre-0perational (berkisar antara 2-7 tahun)
Gambarannya, anak mulai
mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata dan gambar
menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis. Pada tahap
praoperasional (2-7 tahun ), konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental
muncul, egoisentrisnya mulai kuat. Pada tahap ini pola pikir anak terbagi 2
: Prakonseptual (2-4 th), dan Pemikiran Intuitif (4-7 th).
(3) Tahap
Concrete Operarational (berkisar antara 7-11 tahun)
Gambarannya, anak dapat berpikir
secara logis mengenai hal yag konkret dan mengklasifikasikan benda kedalam
bentuk yang berbeda. Tahap selanjutnya Concrete Operarational, anak usia 7-11 th lebih banyak meluangkan
waktunya (lebih dari 40%) untuk berinteraksi dengan teman sebayanya.
(4) Tahap
Formal Operational (berkisar antara 11-15 tahun)
Gambarannya, remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak,
logis, dan idealistis. Pada tahap formal operational,
anak sudah memasuki masa remaja, disini fungsi kognitif telah mencapai
aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan
strategis atau kemampuan mengambil keputusan.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif pada seorang anak tidak serta merta tumbuh begitu saja. Hal ini
berarti bahwa setiap manusia (anak) memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perkembangan kognitif pada anak
memang tidak dapat dikatakan sama dari anak yang satu dengan anak yang lain.
Perbedaan perkembangan ini tidak lepas dari beberapa faktor. Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif pada diri seorang anak.
1) Perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf.
Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan
perkembangan organ tubuh anak itu sendiri. Seorang anak yang memiliki kelainan
fisik belum tentu mengalami perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga
sebaliknya, seorang anak yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan merupakan
jaminan pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem syaraf dalam diri anak
turut mempengaruhi proses perkembangan kognitif anak itu sendiri. Bila syaraf dalam otaknya terdapat gangguan
tentu saja perkembangan kognitifnya tidak seperti anak-anak pada umumnya (dalam
hal ini anak dalam kondisi normal), bisa jadi perkembangannya cepat tetapi bisa
juga sebaliknya.
2) Latihan
dan Pengalaman
Hal ini berkaitan dengan pengembangan diri anak melalui
serangkaian latihan-latihan dan pengalaman yang diperolehnya. Perkembangan
kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh latihan-latihan dan pengalaman.
3) Interaksi Sosial
Perkembangan
kognitif anak juga dipengaruhi oleh hubungan anak terhadap lingkungan
sekitarnya, terutama situasi sosialnya, baik itu interaksi antara teman sebaya
maupun orang - orang terdekatnya.
4) Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan proses terjadinya keseimbangan yang
mengacu pada keempat tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget.
Keseimbangan tahapan yang dilalui si anak tentu menjadi faktor penentu bagi
perkembangan kognitif anak itu sendiri.
3. Tugas-Tugas Perkembangan
a. Tugas-tugas Perkembangan Dalam Masa Anak-Anak
1) Tugas-tugas
perkembangan dalam masa bayi dan kanak-kanak awal
· Belajar
berjalan.
· Belajar
makan makanan padat.
· Belajar
mengendalikan buang air kecil dan besar.
· Belajar
membedakan jenis kelamin dan menghargainya.
· Memperoleh
keseimbangan psikologis.
· Menyusun
konsep-konsep sederhana tentang realita sosial dan realita pisik.
· Belajar
menjalin hubungan secara emosional antara dirinya dengan orang tua, saudara dan
orang lain.
· Belajar
membedakan antara hal yang benar dengan yang salah dan mengembangkan “hati
nurani”.
2)
Tugas-tugas perkembangan dalam masa kanak-kanak akhir
· Belajar
tentang ketrampilan fisik yang diperlukan dalam permainan yang ringan-ringan
atau mudah.
· Membentuk
sikap-sikap sehat terhadap dirinya demi kepentingan organismenya yang sedang
tumbuh.
· Belajar
untuk bergaul dan bermain bersama dengan teman seusia.
· Belajar
menyesuaikan diri dengan keadaan dirinya sebagai wanita atau pria.
· Mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
· Mengembangkan
konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
· Mengembangkan
kata hati, moral, dan ukuran nilai-nilai.
· Mengembangkan
sikap-sikap dalam memandang kelompok-kelompok sosial dan lembaga masyarakat.
b.
Tugas-Tugas
Perkembangan dalam Masa Remaja
· Menerima
keadaan fisiknya dan peranannya sebagai pria atau wanita.
· Menjalin
hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik sesama jenis maupun lain
jenis.
· Memperoleh
kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan orang-orang dewasa lain.
· Memperoleh
kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomis.
· Memilih dan
mempersiapkan diri ke arah suatu pekerjaan atau jabatan.
· Mengembangkan
keterampilan-keterampilan dan konsep-konsep intelektual yang diperlukan dalam
hidup sebagai warganegara yang terpuji.
· Menginginkan
dan dapat berperilaku yang diperbolehkan oleh masyarakat.
· Mempersiapkan
diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.
· Menyusun
nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia, yang diperoleh dari
ilmu pengetahuan yang memadai.
c. Tugas-Tugas Perkembangan dalam Masa Dewasa Awal
·
Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau calon
istri).
·
Belajar hidup bersama dengan suami atau istri.
·
Mulai hidup dalam keluarga.
·
Belajar mengasuh anak-anak.
·
Mengelola rumah tangga.
·
Mulai bekerja dalam suatu jabatan.
·
Mulai bertanggung jawab sebagai warganegara secara
layak.
·
Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan
nilai-nilai pahamnya.
d. Tugas-Tugas Perkembangan dalam Masa Dewasa Akhir
· Memperoleh
tanggung jawab sebagai orang dewasa yang berkewarganegara dan hidup
bermasyarakat.
· Menetapkan
dan memelihara suatu standar kehidupan ekonomi bagi kehidupan.
· Membantu
anak-anak remajanya untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
bahagia.
· Mengembangkan
kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang sesuai dengan orang dewasa.
· Menciptakan
hubungan diri dengan suami atau istri sebagai pribadi.
· Menerima dan
menyesuaikan diri sehubungan dengan adanya perubahan-perubahan pisiologis dalam
masa dewasa akhir.
· Menyesuaikan
diri dengan kehidupan orang tua yang sudah lanjut usia.
e. Tugas-Tugas Perkembangan dalam Masa Orang Tua
·
Menyesuaikan diri pada keadaan berkurangnya kekuatan
pisik dan kesehatan.
·
Menyesuaikan diri dalam masa pensiun dan pendapatan
yang berkurang.
·
Menyesuaikan diri dalam keadaan meninggalnya suami
atau istri.
·
Menjalin hubungan yang rapat dengan teman-teman
(kelompok) seusia.
·
Memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai warganegara
berkewajiban dalam hidup bermasyarakat.
·
Menyusun keadaan hidup yang memuaskan dalam hal pisik.
No comments:
Post a Comment